Kelontong, Apa Kabarmu Hari Ini?

Begitu keluar dari jalan tol Medan-Tebing, sepanjang jalan menuju kota tempat tinngal saya, Pematangsiantar, ada banyak betebaran spanduk merah di kedai-kedai pinggir jalan. Tulisannya “SRC” disertai nama pemilik. Juga ada yang berspanduk “GGSP” dengan konsep serupa.

Beberapa kali menyusuri rute di Medan dari kos ke rumah bapak dosen pembimbing skripsi saya, Padang Bulan-Simalingkar, pun tampak banyak Si SRC maupun GGSP ini. Apakah itu identitas perkumpulan toko kelontong?

Oh iya, ini tidak dibayar, tanpa kepentingan apa pun, ya. Karya ini cuma tulisan biasa yang dipublikasi karena perhatian penulis dengan apa yang dilihatnya. Barangkali informasi ini bisa menambah wawasan di waktu senggang pembaca semua, yakan. Marii


Dok. Pribadi : Gg. Susuk IV, Medan.

APA ATAU SIAPA MEREKA?

Sampoerna Retail Community atau yang kita sebut dengan SRC adalah seperti namanya tentu saja, sebuah paguyuban dan pembinaan ritel. Berawal dari program tanggung jawab sosial PT. HM Sampoerna Tbk, komunitas ini telah menjadi perseroan terbatas yang berdiri lebih mandiri dengan nama PT. SRC Indonesia Sembilan.

Awalnya aku gak ngeh kalau SRC ini merupakan program dari perusahaan produk rokok karena logonya tidak menunjukkan kecenderungan produk apapun. Kepanjangan dari namanya pun tidak tertera pada spanduk maupun websitenya, sampai kutemukan ulasan dari tulisan terkait di media lain. Sekilas aku sempat menduga mereka adalah gerakan inisiatif independen yang membangun dan merangkul para pelaku Usaha Mikor Kecil Menengah setempat.

Dok. Pribadi: Simlingkar, Medan.

Berbeda dengan GGSP yang di spanduknya tertulis kepanjangannya, yakni Gudang Garam Strategic Partnership. Cukup menjelaskan asal muasalnya, cukup jelas bentuk gerakannya, merupakan bentuk kerjasama pemberian insentif dan fasilitas antara Gudang Garam dengan pelaku UMKM yang dalam hal ini adalah usaha ritel atau toko tradisional kelontong.

Eits, jangan buru-buru skeptis dulu. Secara objektif, program tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility) sedang mengusahakan “The Triple Bottom Line” tiga pilar utama kehidupan bisnis perusahaan yaitu Profit, People, dan Planet. John Eklington (1997) mencetuskan bahwa selain mengusahakan profit sebagai orientasi utama bisnis, perusahaan juga punya tanggung jawab dalam berkontribusi membangun masyarakat, serta melestarikan dan menjaga keberlangsungan (sustainability) lingkungannya.

Nah, sekarang sudah dapat benang merahnya kalau melihat suatu perusahaan mengadakan gerakan relawan, memberi beasiswa pendidikan, pelatihan/seminar, donor darah, tanam pohon, bantuan renovasi infrastruktur, bangun sumur dan lain-lainnya, kan? :D     

 

KONTROVERSIAL TANGGUNG JAWAB SOSIAL

Oke, sekarang yuk kita skeptis beramai-ramai.

Dalam konsentrasi relasi publik (Public Relation), tanggung jawab sosial punya bagian dalam membangun citra perusahaan demi memperoleh kepercayaan dan legitimasi oleh masyarakat. Sebagai pihak yang dipengaruhi dan mempengaruhi perusahaan, masyarakat memiliki hubungan yang kuat dalam rangka menciptakan nilai bagi perusahaan.

Begitupun dalam mengusahakan lingkungan sebagai sumber daya bahan baku dan tempat perusahaan berada. Jika dieksploitasi dan sumber daya rusak atau habis, masyarakat dan perusahaan juga yang kena getahnya.

Ini dia yang memicu asumsi, naif jika perusahaan mengusahakan people dan planet pun secara tidak langsung demi profit. Ya, paling tidak, terlepas benar atau tidaknya asumsi itu, inisiasi apapun yang dilakukan perusahaan dalam melakukan tanggung jawab sosialnya memberi dampak baik serta patut diapresiasi..

dan dikritisi.

Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), menyuarakan keberatannya sejak 2017 mengenai apa yang dilakukan para perusahaan industri rokok, vektor epidemi tembakau. Dr. Ridwan Thaha, Ketua IAKMI, dalam studi kasus yang dilakukannya, juga memerhatikan gerakan strategi pemberian sponsor dan insentif ke usaha ritel tradisional yang lagi marak. “Menyasar kelompok menengah ke bawah sebagai segmen pasar ritel tradisional bukan tanpa alasan,” katanya.

Dalam penelitiannya, ditemukan bahwa sebanyak 98% keikutsertaan ritel mitra dipilih oleh salesman. Kecuali GGSP, pilihan lokasi ritel di tempat strategis mengindikasikan program kerjasama ini merupakan investasi yang memerhitungkan potensi promosi dan penjualan. Beliau menyimpulkan bahwa program kerjasama ini meningkatkan konsumsi rokok masyarakat menengah bawah, pemberian insentif berhasil meningkatkan motivasi dan loyalitas, lokasi ritel mitra di dekat sekolah mendorong konsumsi rokok anak sekolah, dan secara tidak langsung penjualan rokok batangan dilelagalisir dan diperluas melalui ritel tradisional. Wew.

Sobatku, Julio Adam Pratama, seorang mantan perokok dan kini adalah aktivis pengendalian tembakau, melalui gerakan #PilihBicara oleh FCTC Indonesia (Framework Convention on Tobacco Control) di bawah World Health Organization, terus mengadvokasi dan menyadarkan aku dan mungkin teman-teman lainnya melalui akun instagramnya bahwa rokok itu bukan semata isu kesehatan, melainkan juga pelecehan hak masyarakat. Betapa tidak, ada banyak secara tak sadar manipulasi yang dilakukan oleh perusahaan industri rokok terhadap masyarakat. Penemuan-penemuan dan data-data itulah yang mereka suarakan dan beranikan netizen lain untuk ikut bersuara.

 

UMKM Masa Kini

Kalau tadi-tadi kita bahas pembangunan UMKM dalam lingkup tangung jawab sosial perusahaan, sekarang kita bahas, nih, perusahaan startup yang operasional utamanya memang menawarkan jasa ke UMKM. Wihiw, keren.

Yang pertama aku tahu itu: Wahyoo, merupakan partner penyuplai kebutuhan bahan dan sembako untuk warteg yang eksis di wilayah Jabodetabek. Selain partner penyuplai, juga mebina dan mengedukasi pengelola perihal manajemen warteg.  Strategi utamanya dalam rangka pembenahan ekosistem warteg.

Ada juga BukaMart dari BukaLapak, merupakan penyuplai dagangan untuk warung dan kelontong yang memfasilitasi metode pembayaran QRIS dengan QR code yang terhubung ovo, gopay, dan uang elektronik lainnya dalam akun Bukalapak, serta membantu pembukuan dan pencatatan transaksi detail dari metode pembayaran tersebut. Strategi utamanya: inklusi keuangan.

Sumber Gambar: tekno.kompas.com

Di Medan sendiri, penggunaan uang elektronik pada kelontong/ warung belum begitu diterapkan. Yang lagi semaraknya di Medan itu kehadiran GrabMart (baru hadir November lalu). Startup sektor transportasi daring juga ikut memperluas bisnis dengan kerjasama kedai atau toko kelontong setempat. Selain memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi masa pandemi, pengalaman mudahnya jual-beli barang itu jadi asyik. Sebagai penghuni kos, kalau mau beli beras 10kg, waduh repot bayanginnya. Mau belanja sayur juga mahal di ongkos, jalan lintas angkot agak jauh. Apalagi banyak promo, GrabMart maupun GoMart cukup berjasa dalam hal ini. Diantar sampai depan gerbang!

Dalam ulasan Tirto.id, setuju dengan yang dinyatakan Yuswohady, pengamat pemasaran digital, bahwa meskipun kegiatan daring semakin eksis, kegiatan luring juga tetap ada. Misal mau beli barang tertentu melalui daring, tapi belanja bahan pokok tetap pergi ke pasar/toko. Ini dia peluang inovasi yang dilihat para startup.

Dan yang paling aku suka itu konsep pemikiran “Near zero marginal cost”. UMKM masa kini dimungkinkan mengefektifkan biaya dengan memangkas rantai distribusi. Kalau dulu arus barang dari produsen, ke agen 1, ke agen 2, dst, barulah ke peritel (warung/toko). Sekarang hanya menyisakan pemain besarnya saja, jalan pintas itu yang disediakan Wahyoo dan BukaMart sehingga harga beli lebih terjangkau bagi peritel. Selain itu, seperti Tanihub dan iGrow, juga berpeluang meningkatkan kesejahteraan petani dari para tengkulak. Yap, berdampak juga sih dengan “middleman” yang terpaksa mati. Gapapa lah ya, transformasi bentuk pasar. Ada ancaman, ada peluang hehehe, ganti profesi.

Ya, udah, cuma itu yang aku tahu kabar tentang UMKM kelontong hari ini. Mau nambahin, perbaikin atau kurangin?

Silakan ketik di kolom komentar, ya! :D


Referensi:

Laporan Survey Ritel Tradisional - Studi Kasus IAKMI

Dari Warung ke Warteg: Ekspansi Bisnis Startup ke Pasar Offline - Tirto.id

Landasan Hukum Anggaran CSR Wajib Perusahaan - Hukumonline.com

CSR: Profit, People, Planet - Persma Rotasi

Soekrisno, Agus. 2011. Etika Bisnis & Profesi. Jakarta: Salemba Empat

| Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil | Wahyoo | SRC | Julio #PilihBicara | FCTC Indonesia |


 

 

  

Post a Comment

2 Comments

  1. Sooo goodd...
    I love u and I miss you 😭😭😭

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thank you :) I would be glad to know who you are, Unknown.. I've no clue at all hahaha

      Delete